Kebijakan perdagangan global kembali berguncang setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, resmi memberlakukan tarif timbal balik (reciprocal tariff) terhadap barang-barang impor dari berbagai negara. Tarif tambahan ini bukan hanya berdampak pada hubungan dagang internasional, tetapi juga menimbulkan kenaikan harga barang konsumsi dan menekan biaya hidup masyarakat.
Tarif yang mulai berlaku pada 9 April 2025 pukul 12.01 AM EDT (11.01 WIB), mencakup berbagai produk konsumsi seperti elektronik, makanan, kopi, pakaian, minuman keras, kendaraan, dan suku cadang. Sebaliknya, sektor-sektor penting seperti farmasi, semikonduktor, dan mineral strategis dikecualikan.
Khusus untuk Indonesia, tarif tambahan mencapai 32%, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata global yang berada di angka 10%.
Baca juga : Dampak dan Strategi Hadapi Tarif Donald Trump: Penggiat Eksportir Wajib Tahu Ini!
Dampaknya bagi Negara Berkembang dan UMKM Indonesia
Kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump tidak hanya mengguncang perdagangan global, tetapi juga memberikan tekanan besar terhadap negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
UMKM Indonesia yang bergerak di sektor ekspor menjadi salah satu kelompok yang paling rentan terhadap kebijakan ini. Berikut beberapa dampak langsung yang dirasakan:
- Biaya Ekspor Meningkat Tajam
Dengan diberlakukannya tarif sebesar 32% oleh AS terhadap barang asal Indonesia, harga produk Indonesia menjadi jauh lebih mahal di pasar Amerika. Akibatnya, UMKM kesulitan bersaing karena harga jual menjadi tidak kompetitif dibanding produk dari negara lain yang tidak dikenai tarif tinggi.
- Permintaan Ekspor Menurun
Konsumen dan distributor di AS kemungkinan akan mengurangi pembelian dari Indonesia karena harga produk melonjak. Penurunan permintaan ini berdampak langsung pada pendapatan UMKM yang selama ini mengandalkan ekspor sebagai sumber utama pemasukan.
- Gangguan Arus Kas dan Produksi
Penurunan pesanan menyebabkan arus kas terganggu. UMKM yang biasanya memproduksi dalam jumlah besar untuk ekspor kini harus mengurangi kapasitas produksi, bahkan ada kemungkinan menutup sementara aktivitas usaha.
- Efisiensi dan PHK
UMKM yang terdampak berat kemungkinan besar akan melakukan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja (PHK) dan pemangkasan biaya operasional lainnya. Ini berdampak pada sektor tenaga kerja informal dan rumah tangga berpenghasilan menengah ke bawah.
- Risiko Kenaikan Harga Barang di Dalam Negeri
Jika pelaku usaha ekspor beralih ke pasar lokal, maka pasokan barang tertentu bisa melonjak di dalam negeri. Namun di sisi lain, biaya produksi yang tinggi (karena bahan baku juga impor) bisa mendorong kenaikan harga barang dalam negeri, memperburuk tekanan biaya hidup masyarakat.
- Kehilangan Akses Pasar Strategis
AS adalah salah satu pasar ekspor terbesar bagi Indonesia. Jika UMKM kehilangan akses pasar ini, mereka akan kehilangan peluang untuk tumbuh dan meningkatkan skala usaha. Ini juga bisa memperlemah kontribusi UMKM terhadap ekonomi nasional dan penerimaan negara.
Ketidakstabilan ini bisa memicu kenaikan harga barang dalam negeri, memperparah kondisi ekonomi masyarakat, sehingga pemerintah dan pelaku usaha perlu mengambil langkah cepat dan strategis, termasuk diversifikasi pasar, efisiensi produksi, dan penguatan sektor domestik.